Seorang lelaki dan wanita sedang berada dalam fase yang sangat mengerikan. Sebuah episode yang manusia bumi menyebutnya cinta. Episode yang memiliki fase-fase, dan kali ini mereka memasuki fase kerinduan.
Sangat susah sekali menahan apa yang dinamakan dengan kerinduan. Terlebih, ketika dua suara telah saling jujur apa yang tersimpan di dalam hati mereka. Dan terlebih lagi, ketika masing-masing telah membangun pondasi janji ke arah mana jalan yang akan mereka tempuh. Mengharapkan yang terbaik yang akan Tuhan berikan kepada mereka.
Lelaki tidak kalah gundah dengan sang wanita. Beberapa kali perjalanan, lelaki telah hampir pasti menjadi gila. Gila karena nama, gila semesta gila di mana setiap huruf cuma membentuk dua kata: namanya.
Lelaki sering sekali alpa. Lelaki terlalu banyak melamun dalam lena. Lelaki seperti kikuk. Kebingungan. Susah menentukan langkah. Karena lelaki tak mampu berpikir dua pekerjaan dalam tempo yang sama. Di satu sisi, lelaki cuma mampu memikirkan nama. Di lain posisi, lelaki utuh, tak mampu berpikir apa-apa terkecuali nama.
Apa yang kau lihat saat awan berarakan,
saat angin bercengkerama dengan burung,
membawa kabar dari seberang lautan,
adakah kau lihat awan melukis wajahku,
angin membisikkan namaku,
sebab aku menyimpan selaksa rindu
saat angin bercengkerama dengan burung,
membawa kabar dari seberang lautan,
adakah kau lihat awan melukis wajahku,
angin membisikkan namaku,
sebab aku menyimpan selaksa rindu
Wanita menatap langit-langit yang telah menjadi merah di balik kaca bis yang mengantarkannya pulang. Debur ombak, kicau burung, layang-layang yang terbang rendah dipandanginya. Segala pandangan berujung kepada satu logika: lelaki, kamu sedang apa?
Sesekali, pandangannya mengawasi bundar putih yang ada di telapak tangannya. Sering sekali dia tersentak kaget begitu bundar itu bergetar, bertanda sebuah pesan sampai dari seorang lelaki yang berada jauh di seberang. Membaca pesan-pesan lelaki, wanita tersenyum, terkadang matanya berkaca. Kerinduan, mengapa demikian hebat?
Lelaki di seberang pun sama. Menatap jauh ke arah matahari yang sedang hendak turun ke peraduan. Lelaki membayang, jauh di sana, di balik wajah matahari yang sedang dipandanginya, wajah seseorang yang teramat dikasihinya ada. Wajah yang selalu dibayanginya tersenyum. Wajah yang selalu hadir, memberikan sinyal-sinyal kerinduan.
Setiap kata ini adalah tarikan napasku,
dan setiap tarikan napas adalah perpanjangan jiwaku,
aku tuliskan kerinduan ini agar aku hidup,
menemuimu,
berharap kedua bola mata ini kelak akan beradu
dan setiap tarikan napas adalah perpanjangan jiwaku,
aku tuliskan kerinduan ini agar aku hidup,
menemuimu,
berharap kedua bola mata ini kelak akan beradu
0 comments:
Post a Comment